MEGAWATI
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Ia lahir di Yogyakarta, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, 23 Januari 1947. Megawati Soekarnoputri adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunda Megawati, Fatmawati, adalah seorang gadis kelahiran Bengkulu di mana Soekarno dahulu pernah diasingkan pada masa penjajahan Belanda. Ia dilahirkan pada masa Agresi Militer Belanda. Pada waktu Soekarno diasingkan ke pulau Bangka, Fatmawati melahirkan seorang bayi yang dinamai Megawati Soekarno Putri, pada tanggal 23 Januari 1947 di kampung Ledok Ratmakan, tepi barat Kali Code. Setelah kemerdekaan Indonesia, Megawati lalu dibesarkan di Istana Merdeka. Berikut adalah perjalanan pendidikan beliau.
Perjalanan pendidikan
- SD Perguruan Cikini Jakarta (1954-1959)
- SLTP Perguruan Cikini Jakarta (1960-1962)
- SLTA Perguruan Cikini Jakarta (1963-1965)
- Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung (1965-1967); tidak selesai
- Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Jakarta (1970-1972); tidak selesai
Suami pertamanya adalah Letnan Satu
(Penerbang) Surindro Supjarso, seorang pilot pesawat AURI dan perwira pertama
di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) Republik Indonesia.
Surindro sosoknya tinggi jangkung, berwajah ganteng dengan model rambutnya
berjambul, di kalangan rekan-rekannya ia kerap dipanggil dengan
"Pacul". Surindro adalah sahabat karib Guntur Soekarnoputra, kakak
Megawati. Konon kabarnya, Gunturlah yang menjodohkan Mega dengan Surindro.
Mereka menikah pada hari Sabtu, tanggal 1 Juni 1968 bertempat di Jalan
Sriwijaya Nomor 7, Kebayoran Baru, Jakarta. Setelah itu, Megawati lalu
mengikuti suaminya, Surindro, tinggal di Madiun, Jawa Timur. Di sana ia menjadi
ibu rumah tangga dan mengurus anak pertamanya, Mohammad Rizki Pratama. Ketika
Mega sedang mengandung anak keduanya (Mohammad Prananda), Surindro mengalami
kecelakaan pesawat yang merenggut nyawanya. Pesawat Skyvan T-701 yang
dikendalikannya terempas di laut sekitar perairan pulau Biak, Irian Jaya, pada
tanggal 22 Januari 1970. Surindro dan tujuh orang awak pesawatnya hilang tak
diketahui rimbanya dan hanya tersisa serpihan puing-puing tubuh pesawat yang
ditemukan tersebar berserakan di laut sekitar perairan tersebut. Mega dirundung
duka yang mendalam, ia pun berkabung cukup lama.
Selang beberapa tahun kemudian,
tepatnya pada tahun 1972, waktu itu usia Megawati masih baru menginjak awal dua
puluhan dengan mempunyai dua orang anak yang masih balita, ia lalu kembali
merajut kasih asmara dengan seorang pria yang konon adalah pengusaha asal
Mesir, yang juga seorang Diplomat Mesir yang kala itu sedang bertugas di
Jakarta, yang bernama Hassan Gamal Ahmad Hasan. Namun, pernikahan Mega yang
kedua kali ini tak berlangsung lama, hanya bertahan tiga bulan, sebab
pernikahan Megawati dengan Hassan (suami kedua Mega) menjadi sorotan Media
Massa dengan alasan bahwa waktu itu Megawati masih terikat perkawinan yang sah
dengan Surindro, suami pertamanya dan pada saat itu belum ada keputusan yang
pasti dari pemerintah, dalam hal ini adalah Markas Besar (Mabes) TNI-AU,
mengenai nasib suami pertamanya itu yang jenazahnya sampai sekarang tak
berhasil ditemukan. Keluarga Bung Karnopun tak tinggal diam, mereka kemudian
menyewa seorang pengacara, Sumadji namanya, guna membatalkan pernikahan Mega
yang kedua yang kontroversial itu melalui penetapan keputusan oleh Pengadilan
Tinggi Agama - Jakarta, akhirnya Hassan pun mengalah dan menyerah. Dari
pernikahan dengan suami keduanya yang kandas ini, Megawati tidak dikaruniai
anak.
Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah
tangga Megawati Soekarnoputri baru benar-benar terjalin dan dirasakan setelah
ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas[9], rekannya sesama aktivis di Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dulu, yang juga menjadi salah seorang
penggerak Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Suami ketiga Mega,
Taufiq Kiemas, selain aktif di GMNI, ia juga bergabung dengan "Inti
Pembina Jiwa Revolusi", yaitu suatu organisasi yang menegakkan ajaran
"Soekarno". Taufiq Kiemas, yang oleh Guntur diberi julukan "si
Bule", menikahi Mega pada akhir Maret 1973. Pesta pernikahan mereka ini
berlangsung sederhana di "Panti Perwira", Jakarta Pusat. Dari
pasangan ini, maka lahirlah Puan Maharani, yang merupakan anak ketiga dari
Megawati Soekarnoputri dan adalah anak pertama Taufiq Kiemas satu-satunya.
PERJALANAN KARIER POLITIK
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada diri Megawati Soekarnoputri. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun selalu aktif di Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
1986
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karier politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terpisah menjadi PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega sendiri memilih golput saat itu.
1999
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain, dan memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan presiden adalah 373 banding 313 suara.
2001
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
2004
Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
2014
Megawati dan PDI-P menunjuk Joko Widodo untuk maju dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014. Akhirnya melalui proses pemilu yang cukup panjang, Joko Widodo dan Jusuf Kalla terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 - 2019.
Pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV PDI-P, Semarang, Jawa Tengah, 20 September 2014, Megawati ditunjuk kembali untuk menjadi Ketua Umum PDI-P periode 2015-2020.
wah, makasih mbak, udah runtut infonya,mudah nyarinya
BalasHapus